Disusun Oleh
Diah Wahyu Lestari 120141400973
Teni Aryanti 120141400979
Mas Riyanti Andayani 120141401001
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Evaluasi program adalah suatu unit atau
kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merealisasi
atau mengimplementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang guna pengambilan keputusan. Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui
pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi
program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau
untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi sama artinya
dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan
untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang
telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian
program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.
Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator)
ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil
pelaksanaan program setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau
standar tertentu. Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin
mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai
pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya
digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil.
Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui
keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.
Evaluator program harus orang-orang yang
memiliki kompetensi, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar
dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari
kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangan eksternal
(orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan
implementasi program). Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh
para ahli atau pakar evaluasi. Dalam melakukan evaluasi, Silvia (2013)
menjelaskan bahwa perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat.
Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga
atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan
dapat mencapai hasil yang diharapkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan model evaluasi program pendidikan luar sekolah?
2.
Apa
saja model evaluasi program pendidikan luar sekolah?
3.
Bagamana ketepatan penentuan model evaluasi program?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model
Evaluasi Program
Model
evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau
pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap
pembuatannya (Taypnapis, 1989 : 10). Model-model ini dianggap model standar
atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya.
B.
Model Evaluasi Program
Menurut
Sudjana (2006:62-69)
Evaluasi program pendidikan luar sekolah dikelompokkan kedalam enam kategori,
namun kelompok akan membahas 2 model evaluasi program. Selebihnya akan dibahas
oleh kelompok berikutnya:
1.
Model Evaluasi Terhadap
Jenis dan Tipe Kegiatan Program
Model elaluasi ini
mencakup jenis-jenis data dan tipe-tipe kegiatan, yaitu meliputi:
a.
Model kelayakan
evaluasi, contohnya mengidentifikasi tiga kategori data utama dalam program
pengelolaan program (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dan empat jenis
data (konteks, masukan, proses dan produk) yang dapat digunakan dalam
penyusunan simpulan hasil evaluasi
b.
Model peranan sistem,
contohnya mengkategorikan data yang akan digunakan dalam mengevaluasi unsur-unsur
program sistematik
c.
Model hirarki antara
proses dan tujuan. contohnya menjelaskan berbagai jenis data untuk menilai
tingkatan hubungan timbal balik antara proses dan hasil program.
d.
Model kontinuitas kerja
mandiri. contohnya menyusun sistematika langkah pengumpulan jenis-jenis data
yang dilakukan oleh penyelenggara program dan untuk mengidentifikasi saat
keterlibatan ahli dalam penyusunan program.
2.
Model
Evaluasi Pelaksanaan Program
Kategori
evaluasi ini membantu para penyusun program dan/atau evaluator untuk memahami
proses dalam pelaksanaan program dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
(a) Bagaimana cara-cara melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program, (b)
kegiatan-kegiatan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan program, dan (c)
model-model apa yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan program. Fokus
model-model yang termasuk kedalam kategori ini ialah evaluasi terhadap bebagai
proses pelaksanaan program. Sebagian model berhubungan dengan proses evaluasi
awal, dan sebagian lagi dengan proses evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan
program.
Enam
model yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
a.
Model Appraisal (Haris). Contohnya, model ini menitik
beratkan pada peranan keputusan yang disusun oleh tenaga profesional.
b.
Pengelolaan Dat (Phi Delta Kappa). Contohnya, penyajian
pedoman untuk mengkuantitatifkan data.
c.
Model Proses secara Alamiah
(Steele). Contohnya, menjelaskan
bagaimana model appraisal dan data kuantitatif dapat digabungkan dengan proses
pengambilan keputusan.
d.
Evaluasi Monitoring (Bruce). Contohnya, upaya yang
menunjukan cara penggunaan evaluasi selama pelaksanaan program agar pelaksanaan
itu sesuai dengan rencana.
e.
Evaluasi Perkembangan (Kreitlow). Contohnya, penggunaan
appraisal untuk menstimulasi perkembangan program.
f.
Evaluasi Transaksi (Rappey). Contohnya, evaluasi yang
menekankan pada hubungan kemanusiaan bagi mereka yang terlibat dalam proses
evaluasi untuk membantu perubahan.
Model
Appraisal
Model
ini menekankan pada keputusan ahli (profesional). Keputusan ini dibuat oleh
seorang ahli, tim ahli, atau tim pelaksana berbagai program, baik dari dalam
maupun dari luar kelembagaan atau program. Gunanya adalah untuk mengevaluasi
program berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan membuat kesimpulan
serta rekomendasi. Model ini berguna terutama bila umpan balik dan interaksi
dengan pelaksan program dapat membantu kegiatan evaluasi. Penggunaan model ini
perlu dimulai dengan menidentifikasi tujuan appraisal dan tujuan program yang
di evaluasi.
Proses
appraisal sering digunakan dalam akreditasi, dalam reviu oleh instansi
pemerintah terhadap pelayanan pendidikan kepada umum, dan dalam reviu
menyeluruh tentang kegiatan bersama dalam perluasan pembelajaran kepada
masyarakat. Appraisal is an act of
judgement in which the judging implies both a criterion – a standart of some
sort – and a partinent description of what’s being done. The criterion and the
observation must deal with the same thing (Steele, S.M., 1977: 135)
Appraisal
meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut:
1)
Menyusun tujuan khusus
appraisal
2)
Menentukan siapa yang
akan menjadi pelaku appraisal.
3)
Menetapkan
tujuan-tujuan kegiatan appraisal.
4)
Memilih atau
mengembangkan kriteria.
5)
Mengidentifikasi unsur
yang akan di evaluasi
6)
Memahami implikasi
asumsi-asumsi yang disusun tatkala unsur-unsur program dan kriteria sedang
dipilih.
7)
Menerapkan kriteria
kedalam pernyataan-pernyataan yang rinci untuk diguanakan bagi kegiatan
observasi.
8)
Mengembangkan rencana
berbagai kegiatan observasi sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul
melalui berbagai teknik.
9)
Mengembangkan,
memodifikasi, memilih, dan menggunakan berbagai teknik observasi.
10)
Menetapkan frekwensi
kegiatan observasi dan upaya meningkatkan validitas, reliabilitas, dan
objektivitas.
11)
Mencatat,
menginterpretasi, dan menyingkatkan data hasil observasi.
12)
Menetapkan norma-norma
dan standar interpretasi di mana proses dan hasil observasi dapat dihubungkan
dengan norma dan standar tersebut.
13)
Membuat kesimpulan
hasil appraisal.
Mutu
appaisal terletak pada keahlian pelaku appraisal dan kualitas kriteria yang
digunakan. Kriteria adalah pengertian tentang apa yang dilihat “baik” sehingga
memberi ciri tentang program yang baik. Kriteria sebagai ungkapan nilai atau
interpretasi tentang yang disebut baik. Karena nilai dapat berbeda sesuai
dengan ruang dan waktu maka yang dianggap baik pada suatu waktu dan tempat lain
yang kondisinya berbeda. Kriteria harus sesuai dengan filsafat pendidikan yang
diikuti. Filsafat diperlukan untuk membuat postulat tentang nilai yang harus
dicapai
Keberhasilan
appraisal terletak pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut. (a)
Kriteria tentan apa, (b) bagaimana mengartikan kriteria, (c) sejauh mana
kriteria dapat digunakan, (d) siapa yang akan menggunakan kriteria, dan (e)
bagaimana batas-batas kriteria yang akan digunakan.
Asumsi-asumsi
amat penting dalam appraisal, baik asumsi tentang tujuan pendidikan maupun asumsi
tentang hubungan jamak atau tunggal. Unsur kunci lainnya adalah observasi yang
mencangkup penggambaran dan analisis tentang apa yang di observasi.
Aspek-aspek
manajemen program yang dapat dikenai appraisal terbagi ke dadalam empat
golongan, yaitu:
1)
Berbagai rencana dan
tujuan organisasi dan administrasi, serta tujuan-tujuan khusus pembelajaran.
2)
Sember-sumber, baik
sumber berupa fasilitas (mebeler, alat pendang dengar) maupun tenaga pelaksana.
3)
Berbagai proses seperti
proses administratif, supervisi, dan pembelajaran.
4)
Pengaruh-pengaruh
program bagi peserta didik, pelaksana, dan komunitas.
Kendati
appraisal sering dianggap sebagai pemahaman pertama dan interaksi yang terdapat
dalam wilayah yang dikunjungi, namun apraisal dapat dapat pula meliputi
meliputi kegiatan riviu dan interpretasi data tentang suatu program.
Keunggulan
model-model diatas adalah pertama, kegiatan
evaluasi dilakukan berdasarkan patokan-patokan proses dasar tertentu dan teknik
evaluasi yang digunakan. Kedua, pemahaman
yang baik terhadap berbagai proses tersebut di atas akan mempercepat
pelaksanaan kegiatan evaluasi, ketiga, pelibatan
para pelaksana program secara tepat dalam proses evaluasi dapat dimanfaatkan
untuk perbaikan atau tindak lanjut program.
Adapun
kelemahan yang pelu diperhatikan dari berbagai model yang termasuk kategori ini
adalah bahwa proses evaluasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mudah dan pelaksana serta kegiatan
program tidak terganggu (unobtrusive).
Kelemahan lainnya adalah bahwa kemudahan itu harus dibuat berdasarkan
kepentingan pelaksana program dan bukan menurut kepentingan evaluator.
Sedangkan,
menurut Tayibnapis (1989:10-16) membahas beberapa model yang populer dan banyak
dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program
1.
Model
Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP
yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah
pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada
administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa
hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil
keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 komponen yang diuraikan sebagai
berikut:
a.
Evaluasi
konteks
Evaluasi konteks
mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi
obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan
obyek tertentu (Eko Putro Widoyoko: 2010). Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin
(2009) menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan
merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani, dan tujuan proyek.
b.
Input
evaluasi
Tahap kedua dari
model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro
Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan
sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen
evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan
pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang
diperlukan.
c.
Evaluasi
proses
Evaluasi proses
digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan
implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan
program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi
proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan
dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk
mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang
perlu diperbaiki.
d.
Evaluasi
produk atau hasil
Evaluasi
produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/
keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau
memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan,
dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan.
Menurut
Eko Putro Widoyoko,
model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, karena
objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan,
proses, dan hasil. Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini
juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan model ini dalam bidang
program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang
tinggi jika tidak adanya modifikasi.
2.
Model Evaluasi UCLA
Alkin (1969 dalam
Tayibnapis, 1989:11) memberikan penjelasan bahwa evaluasi adalah suatu proses
meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan,dan
menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna
bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Model ini digunakan
untuk menilai program. Dalam merumuskan model evaluasi program yang disusunnya,
Alkin membuat batasan konstruk evaluasi sebagai suatu proses penentuan area yang
akan di evaluasi, pemilihan informasi yang cocok untuk dievaluasi, pengumpulan
dan analisis informasi serta penyusunan laporan atau ringkasan data yang
berguna bagi pengambil keputusan dalam memilih alternatif yang berguna yang
tepat dari berbagai alternatif yang ada.Ia mengemukakan lima macam evaluasi
yakni:
a.
Sistem assessment,
yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem. Contohnya dalam
hal penerepan metode pembelajaran. Hasil evaluasi dengan menggunakan model ini
antara lain dapat menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.
b.
Program planning,
membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi
kebutuhan program. Dalam program planning dapat dilakukan melalui evaluasi
internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan dengan cara
menilai ketepatan, kesesuaian dan kebermaknaan sub-sub program yang dirumuskan
dalam kaitannya dengan tujuan program yang dinilai, baik dari segi konstruksi,
kepraktisan dan biaya. Sedangkan evaluasi eksternal adalah evaluasi yang dilakukan
sesudah suatu program diimplementasikan. Salah satu cara yang dapat digunakan
adalah Delphi Techniques atau teknik lain yag menggunakan pendekatan sistem
analisis. Untuk contoh penerapan metode pembelajaran, metode pembelajaran
disesuaikan dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Setelah
terpilih, metode pembelajaran tersebut direalisasikan dalam proses
pembelajaran.
c.
Program implementation,
yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok
tertentu yang tepat seperti direncanakan. Dalam contoh penerapan metode
pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi, misalnya apakah metode
yang digunakan telah sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik
siswa.
d.
Program improvement,
yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana
program bekerja, atau berjalan? Apakah dalam menuju pencapaian tujuan ada
hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga? Dengan kata lain,
evaluator mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul, mengumpulkan dan
menganalisis data serta menyerahkan pada pengambil keputusan untuk melakukan
perbaikan pelaksanaan program dengan segera. Dalam contoh penerepan metode
pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk menilai proses pembelajaran, apakah
berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana, bagaimana penanggulangan
masalah jika terjadi kendala selama terjadi proses pembelajaran.
e.
Program certification,
yang memberikan informasi tentang nilai atau guna program. Dalam contoh
penerepan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah
metode yang diterapkan memberikan dampak positif pada siswa, yakni siswa
semakin termotivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3.
Evaluasi Model
Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs.
(1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun
dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
a.
Fixed
vs Emergent Evaluation Design
Desain
evaluasi fixed (tatap) harus derencanakan dan disusun secara
sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain
fixed dapat juga disesuikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah.
Desani evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun
pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan
harus dibuat sebelum program dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan
evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini, antara lain menyusun
pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil
evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak-pihak yang
bekepentingan. Untuk mengumpulkan data dalam desain ini dapat digunakan
berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala
penilaian.
b.
Formative
vs Summative Evaluation
Evaluasi
formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan
evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran
secara menyeluruh. Artinya, jika hasil kurikulum dan pembelajaran memang
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta didik) maka
kurikulum dan pembelajaran dapat dihentikan.
c.
Desain
eskprimental dan desain quasi eskprimental vs natural inquiry
Desain
eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling,
memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai
manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan
manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas.
Jika prosesnya sudah terjadi, evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah
atau menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat
melakukan pengamatan atau wawancara dengan orang-orang yang terlibat. Untuk
itu, kriteria internal dan eksternal sangat diperlukan.
Selain
berbagai model tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 234) mengelompokkan
model-model evaluasi pendidikan berdasarkan perkembangannya menjadi 4 kelompok
yaitu:
d.
Measurement Model
Model ini
dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak
dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang
dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.
Sesuai
dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di
dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan
yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke
dalamnya bidang pendidikan.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut model ini, evaluasi pendidikan
pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku
dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok, yang
hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan
bagi para siswa di sekolah.
Yang djadikan objek dari kegiatan
evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa. Aspek
tingkah laku siswa yang dinilai di sini mencakup kemampuan hasil belajar,
kemampuan pembawaan, minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa.
Dengan kata lain, objek evaluasi di sini mencakup baik aspek kognitif maupun
dengan kegiatan evaluasi pendidikan di sekolah, model ini menitikberatkan pada
pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang
pelajaran dengan menggunakan tes.
e.
Congruence
Model
Model
kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama.
Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah
Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.
Menurut
model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian
(congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar
yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut
perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka
evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh
berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk
memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil
yang telah dicapai.
Objek
evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang
dinilai di sini adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan
oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan. Tingkah laku hasil belajar ini tidak
hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek
keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.
f.
Educational System
Evaluation Model
Model
ketiga yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh
evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara
lain adalah Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm
M. Provus.
Model ini
bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk
membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan
dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi
dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.
g.
Illuminative
Model
Model
yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang
pertama, yaitu measurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di
Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah
seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini
adalah Malcolm Parlett.
Tujuan
evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat
terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi yang dilaporkan lebih
bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Oleh karena
itu dalam pelaksanaan evaluasi, model yang keempat ini lebih banyak menekankan
pada penggunaan Judgement.
Model ini
juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan
pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan
sistem yang sedang dikembangkan.
4.
Evaluasi
Model Stake
Stake
menekankan adanya dua dasarkegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan adanya tiga
tahap dalam program pendidikan yaitu context, process dan outcomes. Stake
menyatakan bahwa apabila menilai suatu program pendidikan, makaharus melakukan
perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lainnya. Dalam model
ini antencedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan
tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan
yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk
menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000:22).
C. Ketepatan Penentuan Model Evaluasi
Program
Makna
ketepatan model evaluasi bagi program yang di evaluasikan mengandung makna
bahwa ada harapan keeratan tautan antara evaluasi program dengan jenis program
yang dievaluasi. Sesuai dengan bentuk kegiatannya, program ini dibedakan menjadi
tiga yaitu (1) program pemrosesan, (2) program layanan, dan (3) program umum.
1.
Program pemprosesan
Program
pemprosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input)
menjadi bahan jadi sebagai hasil proses atau keluaran (output). Contoh: program
perpustakaan, program kepramukaan dan sebagainnya.
2.
Program Layanan (service)
Program
Layanan adalah sebuah kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pihak tertentu sehingga merasa puas sesuai dengan tujuan program. Sebagai
contoh adalah: program bank, program koperasi dan lain-lain.
3.
Program Umum
Program
Umum yaitu program yang tidak tampak apa yang menjadi ciri utama. Contohnya
adalah: Program Makanan
Tambahan Anak Sekolah (PMTAS)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Evaluasi menjadi sangat
penting dalam program pendidikan. Baik sebagai pengambil keputusan atau masukan
untuk perencanaan program selanjutnya, termasuk pula dalam program pendidikan
luar sekolah. Keputusan atau masukan yang tepat tentu akan memberi dampak positif
pada kemajuan dari program pendidikan. Model evaluasi adalah suatu model desain
evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya
dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 1989 :
10). Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar
dari pembuatnya. Contoh model evaluasi antara lain CPP, UCLA, Brinkerhoff dan Stake.
Ketepatan
pengambilan keputusan dan merancang perencanaan tentu akan memperngaruhi
dilanjtkan atau tidaknya proses pendidikan. Jadi atau menjadikan output
pendidikan yang bermutu dan berkualitas, Sehingga ketercapaian tujuan
pendidikan menempuh pada hasil yang maksimal. Selain itu sebagai upaya
memajukan pengetahuan warga didik atau peserta didik yang menjadi sasaran dari
pendidikan luar sekolah, baik itu kelompok, kependudukan (masyarakat) atau
berbagai kalangan.
B.
Saran
Berdasakan
kepentingannya diadakan evaluasi dalam program pendidikan luar sekolah, maka
hal yang perlu diperhatikan ialah ketepatan pengambilan keputusan. Untuk itu,
dalam proses pelaksanaan evalusi program ini diperlukan ketelitian dalam
pengambilan metode evaluasi, yang berdasarkan pada model evaluasi yang
berdasarkan keputusan, konteks, masukan, produk serta unsure program. Meskipun
pada dasarnya segala macam metode-metode dalam evaluasi bisa digunakan dalam
program pendidikan. Tetapi, apabila penggunaan metode evaluasi program tepat,
tentu akan menghasilkan keputusan yang baik pula. Sehingga tujuan dari
diadakannya evaluasi tercapai, serta tujuan pendidikan pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tayibnapis, Farida Yusuf. 1989. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Sudjana,
Djudju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan
Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Aditya,
Ninda Farninda. 2011. Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah.(Online) (http://nindafarnindaaditya.blogspot.com/2011/08/evaluasi-pendidikan-luar-sekolah.html)
diakses pada 5 September 2014
Prasetyo,
Habib. 2013. Kuliah Evaluasi Program PLS.
(Online) (http://kuliahevaluasiprogrampls.blogspot.com/2013/10/pertemuan-ke-7-materi-model-evaluasi.html) diakses pada 5 September 2014
Silvia, Yudistia Dewi. 2013. Evaluasi Program. (Online) (http://yudistiadewisilvia.wordpress.com/2013/04/24/evaluasi-program/) diakses pada 5 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar