Wellcome

Wellcome

Rabu, 03 Desember 2014

MODEL EVALUASI TERHADAP JENIS DAN TIPE KEGIATAN PROGRAM

Disusun Oleh
Diah Wahyu Lestari                                        120141400973
Teni Aryanti                                                    120141400979
Mas Riyanti Andayani                                    120141401001


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merealisasi atau mengimplementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan. Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi  sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.
Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil. Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.
Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangan eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program). Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi. Dalam melakukan evaluasi, Silvia (2013) menjelaskan bahwa perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.

B.            Rumusan Masalah
1.             Apa yang dimaksud dengan model evaluasi program pendidikan luar sekolah?
2.             Apa saja model evaluasi program pendidikan luar sekolah?
3.             Bagamana  ketepatan penentuan model evaluasi program?























BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Model Evaluasi Program
Model evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 1989 : 10). Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya.

B.            Model Evaluasi Program
Menurut Sudjana (2006:62-69) Evaluasi program pendidikan luar sekolah dikelompokkan kedalam enam kategori, namun kelompok akan membahas 2 model evaluasi program. Selebihnya akan dibahas oleh kelompok berikutnya:

1.             Model Evaluasi Terhadap Jenis dan Tipe Kegiatan Program
Model elaluasi ini mencakup jenis-jenis data dan tipe-tipe kegiatan, yaitu meliputi:
a.              Model kelayakan evaluasi, contohnya mengidentifikasi tiga kategori data utama dalam program pengelolaan program (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dan empat jenis data (konteks, masukan, proses dan produk) yang dapat digunakan dalam penyusunan simpulan hasil evaluasi
b.             Model peranan sistem, contohnya mengkategorikan data yang akan digunakan dalam mengevaluasi unsur-unsur program sistematik
c.              Model hirarki antara proses dan tujuan. contohnya menjelaskan berbagai jenis data untuk menilai tingkatan hubungan timbal balik antara proses dan hasil program.
d.             Model kontinuitas kerja mandiri. contohnya menyusun sistematika langkah pengumpulan jenis-jenis data yang dilakukan oleh penyelenggara program dan untuk mengidentifikasi saat keterlibatan ahli dalam penyusunan program.


2.             Model Evaluasi Pelaksanaan Program
Kategori evaluasi ini membantu para penyusun program dan/atau evaluator untuk memahami proses dalam pelaksanaan program dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (a) Bagaimana cara-cara melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program, (b) kegiatan-kegiatan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan program, dan (c) model-model apa yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan program. Fokus model-model yang termasuk kedalam kategori ini ialah evaluasi terhadap bebagai proses pelaksanaan program. Sebagian model berhubungan dengan proses evaluasi awal, dan sebagian lagi dengan proses evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan program.
Enam model yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
a.              Model Appraisal (Haris). Contohnya, model ini menitik beratkan pada peranan keputusan yang disusun oleh tenaga profesional.
b.             Pengelolaan Dat (Phi Delta Kappa). Contohnya, penyajian pedoman untuk mengkuantitatifkan data.
c.              Model Proses secara Alamiah (Steele). Contohnya, menjelaskan bagaimana model appraisal dan data kuantitatif dapat digabungkan dengan proses pengambilan keputusan.
d.             Evaluasi Monitoring (Bruce). Contohnya, upaya yang menunjukan cara penggunaan evaluasi selama pelaksanaan program agar pelaksanaan itu sesuai dengan rencana.
e.              Evaluasi Perkembangan (Kreitlow). Contohnya, penggunaan appraisal untuk menstimulasi perkembangan program.
f.              Evaluasi Transaksi (Rappey). Contohnya, evaluasi yang menekankan pada hubungan kemanusiaan bagi mereka yang terlibat dalam proses evaluasi untuk membantu perubahan.

Model Appraisal
Model ini menekankan pada keputusan ahli (profesional). Keputusan ini dibuat oleh seorang ahli, tim ahli, atau tim pelaksana berbagai program, baik dari dalam maupun dari luar kelembagaan atau program. Gunanya adalah untuk mengevaluasi program berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan membuat kesimpulan serta rekomendasi. Model ini berguna terutama bila umpan balik dan interaksi dengan pelaksan program dapat membantu kegiatan evaluasi. Penggunaan model ini perlu dimulai dengan menidentifikasi tujuan appraisal dan tujuan program yang di evaluasi.
Proses appraisal sering digunakan dalam akreditasi, dalam reviu oleh instansi pemerintah terhadap pelayanan pendidikan kepada umum, dan dalam reviu menyeluruh tentang kegiatan bersama dalam perluasan pembelajaran kepada masyarakat. Appraisal is an act of judgement in which the judging implies both a criterion – a standart of some sort – and a partinent description of what’s being done. The criterion and the observation must deal with the same thing (Steele, S.M., 1977: 135)
Appraisal meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut:
1)             Menyusun tujuan khusus appraisal
2)             Menentukan siapa yang akan menjadi pelaku appraisal.
3)             Menetapkan tujuan-tujuan kegiatan appraisal.
4)             Memilih atau mengembangkan kriteria.
5)             Mengidentifikasi unsur yang akan di evaluasi
6)             Memahami implikasi asumsi-asumsi yang disusun tatkala unsur-unsur program dan kriteria sedang dipilih.
7)             Menerapkan kriteria kedalam pernyataan-pernyataan yang rinci untuk diguanakan bagi kegiatan observasi.
8)             Mengembangkan rencana berbagai kegiatan observasi sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul melalui berbagai teknik.
9)             Mengembangkan, memodifikasi, memilih, dan menggunakan berbagai teknik observasi.
10)         Menetapkan frekwensi kegiatan observasi dan upaya meningkatkan validitas, reliabilitas, dan objektivitas.
11)         Mencatat, menginterpretasi, dan menyingkatkan data hasil observasi.
12)         Menetapkan norma-norma dan standar interpretasi di mana proses dan hasil observasi dapat dihubungkan dengan norma dan standar tersebut.
13)         Membuat kesimpulan hasil appraisal.
Mutu appaisal terletak pada keahlian pelaku appraisal dan kualitas kriteria yang digunakan. Kriteria adalah pengertian tentang apa yang dilihat “baik” sehingga memberi ciri tentang program yang baik. Kriteria sebagai ungkapan nilai atau interpretasi tentang yang disebut baik. Karena nilai dapat berbeda sesuai dengan ruang dan waktu maka yang dianggap baik pada suatu waktu dan tempat lain yang kondisinya berbeda. Kriteria harus sesuai dengan filsafat pendidikan yang diikuti. Filsafat diperlukan untuk membuat postulat tentang nilai yang harus dicapai
Keberhasilan appraisal terletak pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut. (a) Kriteria tentan apa, (b) bagaimana mengartikan kriteria, (c) sejauh mana kriteria dapat digunakan, (d) siapa yang akan menggunakan kriteria, dan (e) bagaimana batas-batas kriteria yang akan digunakan.
Asumsi-asumsi amat penting dalam appraisal, baik asumsi tentang tujuan pendidikan maupun asumsi tentang hubungan jamak atau tunggal. Unsur kunci lainnya adalah observasi yang mencangkup penggambaran dan analisis tentang apa yang di observasi.
Aspek-aspek manajemen program yang dapat dikenai appraisal terbagi ke dadalam empat golongan, yaitu:
1)             Berbagai rencana dan tujuan organisasi dan administrasi, serta tujuan-tujuan khusus pembelajaran.
2)             Sember-sumber, baik sumber berupa fasilitas (mebeler, alat pendang dengar) maupun tenaga pelaksana.
3)             Berbagai proses seperti proses administratif, supervisi, dan pembelajaran.
4)             Pengaruh-pengaruh program bagi peserta didik, pelaksana, dan komunitas.
Kendati appraisal sering dianggap sebagai pemahaman pertama dan interaksi yang terdapat dalam wilayah yang dikunjungi, namun apraisal dapat dapat pula meliputi meliputi kegiatan riviu dan interpretasi data tentang suatu program.
Keunggulan model-model diatas adalah pertama, kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan patokan-patokan proses dasar tertentu dan teknik evaluasi yang digunakan. Kedua, pemahaman yang baik terhadap berbagai proses tersebut di atas akan mempercepat pelaksanaan kegiatan evaluasi, ketiga, pelibatan para pelaksana program secara tepat dalam proses evaluasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan atau tindak lanjut program.
Adapun kelemahan yang pelu diperhatikan dari berbagai model yang termasuk kategori ini adalah bahwa proses evaluasi harus disusun sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mudah dan pelaksana serta kegiatan program tidak terganggu (unobtrusive). Kelemahan lainnya adalah bahwa kemudahan itu harus dibuat berdasarkan kepentingan pelaksana program dan bukan menurut kepentingan evaluator.
Sedangkan, menurut Tayibnapis (1989:10-16) membahas beberapa model yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program
1.             Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 komponen yang diuraikan sebagai berikut:
a.             Evaluasi konteks
Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu (Eko Putro Widoyoko: 2010). Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin (2009) menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

b.             Input evaluasi
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

c.              Evaluasi proses
Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.
d.             Evaluasi produk atau hasil
Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan.
Menurut Eko Putro Widoyoko, model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil. Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi.

2.             Model Evaluasi UCLA
Alkin (1969 dalam Tayibnapis, 1989:11) memberikan penjelasan bahwa evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan,dan menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Model ini digunakan untuk menilai program. Dalam merumuskan model evaluasi program yang disusunnya, Alkin membuat batasan konstruk evaluasi sebagai suatu proses penentuan area yang akan di evaluasi, pemilihan informasi yang cocok untuk dievaluasi, pengumpulan dan analisis informasi serta penyusunan laporan atau ringkasan data yang berguna bagi pengambil keputusan dalam memilih alternatif yang berguna yang tepat dari berbagai alternatif yang ada.Ia mengemukakan lima macam evaluasi yakni:
a.              Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem. Contohnya dalam hal penerepan metode pembelajaran. Hasil evaluasi dengan menggunakan model ini antara lain dapat menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.
b.             Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. Dalam program planning dapat dilakukan melalui evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan dengan cara menilai ketepatan, kesesuaian dan kebermaknaan sub-sub program yang dirumuskan dalam kaitannya dengan tujuan program yang dinilai, baik dari segi konstruksi, kepraktisan dan biaya. Sedangkan evaluasi eksternal adalah evaluasi yang dilakukan sesudah suatu program diimplementasikan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah Delphi Techniques atau teknik lain yag menggunakan pendekatan sistem analisis. Untuk contoh penerapan metode pembelajaran, metode pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Setelah terpilih, metode pembelajaran tersebut direalisasikan dalam proses pembelajaran.
c.              Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti direncanakan. Dalam contoh penerapan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi, misalnya apakah metode yang digunakan telah sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa.
d.             Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah dalam menuju pencapaian tujuan ada hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga? Dengan kata lain, evaluator mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul, mengumpulkan dan menganalisis data serta menyerahkan pada pengambil keputusan untuk melakukan perbaikan pelaksanaan program dengan segera. Dalam contoh penerepan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk menilai proses pembelajaran, apakah berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana, bagaimana penanggulangan masalah jika terjadi kendala selama terjadi proses pembelajaran.
e.              Program certification, yang memberikan informasi tentang nilai atau guna program. Dalam contoh penerepan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah metode yang diterapkan memberikan dampak positif pada siswa, yakni siswa semakin termotivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3.             Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
a.             Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi fixed (tatap) harus derencanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desani evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan harus dibuat sebelum program dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini, antara lain menyusun pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak-pihak yang bekepentingan. Untuk mengumpulkan data dalam desain ini dapat digunakan berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala penilaian.


b.             Formative vs Summative Evaluation
Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secara menyeluruh. Artinya, jika hasil kurikulum dan pembelajaran memang bermanfaat bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta didik) maka kurikulum dan pembelajaran dapat dihentikan.

c.              Desain eskprimental dan desain quasi eskprimental vs natural inquiry
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Jika prosesnya sudah terjadi, evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah atau menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat melakukan pengamatan atau wawancara dengan orang-orang yang terlibat. Untuk itu, kriteria internal dan eksternal sangat diperlukan.
Selain berbagai model tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 234) mengelompokkan model-model evaluasi pendidikan berdasarkan perkembangannya menjadi 4 kelompok yaitu:

d.             Measurement Model
Model ini dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut model ini, evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.
Yang djadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai di sini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan, minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek evaluasi di sini mencakup baik aspek kognitif maupun dengan kegiatan evaluasi pendidikan di sekolah, model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes.

e.              Congruence Model
Model kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.
Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.
Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan. Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.

f.               Educational System Evaluation Model
Model ketiga yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.
Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.

g.             Illuminative Model
Model yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama, yaitu measurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett.
Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi yang dilaporkan lebih bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan evaluasi, model yang keempat ini lebih banyak menekankan pada penggunaan Judgement.
Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang dikembangkan.

4.             Evaluasi Model Stake
Stake menekankan adanya dua dasarkegiatan dalam evaluasi, yaitu description  dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu context, process dan outcomes. Stake menyatakan bahwa apabila menilai suatu program pendidikan, makaharus melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lainnya. Dalam model ini antencedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000:22).
C.      Ketepatan Penentuan Model Evaluasi Program
Makna ketepatan model evaluasi bagi program yang di evaluasikan mengandung makna bahwa ada harapan keeratan tautan antara evaluasi program dengan jenis program yang dievaluasi. Sesuai dengan bentuk kegiatannya, program ini dibedakan menjadi tiga yaitu (1) program pemrosesan, (2) program layanan, dan (3) program umum.
1.             Program pemprosesan
Program pemprosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input) menjadi bahan jadi sebagai hasil proses atau keluaran (output). Contoh: program perpustakaan, program kepramukaan dan sebagainnya.

2.             Program Layanan (service)
Program Layanan adalah sebuah kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas sesuai dengan tujuan program. Sebagai contoh adalah: program bank, program koperasi dan lain-lain.

3.             Program Umum
Program Umum yaitu program yang tidak tampak apa yang menjadi ciri utama. Contohnya adalah: Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS)














BAB III
PENUTUP

A.            Kesimpulan
Evaluasi menjadi sangat penting dalam program pendidikan. Baik sebagai pengambil keputusan atau masukan untuk perencanaan program selanjutnya, termasuk pula dalam program pendidikan luar sekolah. Keputusan atau masukan yang tepat tentu akan memberi dampak positif pada kemajuan dari program pendidikan. Model evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 1989 : 10). Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya. Contoh model evaluasi antara lain CPP, UCLA, Brinkerhoff dan Stake.
 Ketepatan pengambilan keputusan dan merancang perencanaan tentu akan memperngaruhi dilanjtkan atau tidaknya proses pendidikan. Jadi atau menjadikan output pendidikan yang bermutu dan berkualitas, Sehingga ketercapaian tujuan pendidikan menempuh pada hasil yang maksimal. Selain itu sebagai upaya memajukan pengetahuan warga didik atau peserta didik yang menjadi sasaran dari pendidikan luar sekolah, baik itu kelompok, kependudukan (masyarakat) atau berbagai kalangan.

B.            Saran
Berdasakan kepentingannya diadakan evaluasi dalam program pendidikan luar sekolah, maka hal yang perlu diperhatikan ialah ketepatan pengambilan keputusan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan evalusi program ini diperlukan ketelitian dalam pengambilan metode evaluasi, yang berdasarkan pada model evaluasi yang berdasarkan keputusan, konteks, masukan, produk serta unsure program. Meskipun pada dasarnya segala macam metode-metode dalam evaluasi bisa digunakan dalam program pendidikan. Tetapi, apabila penggunaan metode evaluasi program tepat, tentu akan menghasilkan keputusan yang baik pula. Sehingga tujuan dari diadakannya evaluasi tercapai, serta tujuan pendidikan pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tayibnapis, Farida Yusuf. 1989. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sudjana, Djudju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Aditya, Ninda Farninda. 2011. Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah.(Online)  (http://nindafarnindaaditya.blogspot.com/2011/08/evaluasi-pendidikan-luar-sekolah.html)  diakses pada 5 September 2014

Prasetyo, Habib. 2013. Kuliah Evaluasi Program PLS. (Online) (http://kuliahevaluasiprogrampls.blogspot.com/2013/10/pertemuan-ke-7-materi-model-evaluasi.html) diakses pada 5 September 2014


Silvia, Yudistia Dewi. 2013. Evaluasi Program. (Online) (http://yudistiadewisilvia.wordpress.com/2013/04/24/evaluasi-program/) diakses pada 5 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar