Wellcome

Wellcome

Rabu, 03 Desember 2014

METODE DAN DESAIN EVALUASI PROGRAM PLS (kelompok 9)

Oleh
Finda Dwi Ayuni              120141411455
Novia Nur Fadilah           120141411457

Wiwin Januaris                120141411501


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya semua metode dan desain evaluasi dapat digunakan dalam evaluasi program. Secara umum evaluator program dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu pertama, evaluator yang berorientasi pada penguasaan dan penggunaan metode. Kedua,evaluator yang berorientasi pada pemecahan masalah dan tujuan evaluasi. Dana dapula evaluator yang termasuk kelompok kedua-duanya.
Evaluasi program dapat menggunakan pendekatan kuantitatif,kualitatif atau gabungan keduanya. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam evaluasi untuk mengumpulkan, mengolah  dan menyajikan data yang berbentuk angka dengan pengolahan data menggunakan analisi statistic. Sedangkan kualitatif adalah pengumpulan,pengolahan dan penyajian data yang tidak berupa angka-angka melainkan dengan kata-kata dan kalimat yang menggambarkan kenyataan. Sedangkan gabungan dalam evaluasi program untuk mengumpulkan,mengolah dan menyajikan data berbentuk angka dan bukan angka dengan analisis gabungan statistic dan nonstatistik. Hal-hal diatas sangat penting untuk diketahui seorang evaluator program PLS maka perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai penggunaan pendekatan kualitatif,kuantitatif dalam evaluasi program. Tentunya dalam mengevaluasi sebuah program seseorang harus tahu metode dan desain evaluasi yang digunakan agar terjadi sinkronisasi antara program yang di evaluasi dengan metode yang digunakan. Maka dari itulah dalam makalah ini, kami akan membahas metode dan desain evaluasi program PLS untuk memberikan pemahaman mengenai metode yang relevan dan tepat dalam mengevaluasi tingkat keberhasilan program PLS.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja metode evaluasi dalam program PLS?
2.      Bagaimana penggunaan metode evaluasi dalam program PLS?

C.    Tujuan
1.   Mengetahui metode evaluasi dalam program PLS
2.   Mengetahui penggunaan metode evaluasi dalam program PLS





BAB II
PEMBAHASAN

A.       Metode-metode Evaluasi Program
Semua metode evaluasi dapat digunakan dalam evaluasi program PLS. Menurut Campbell(1963), Anderson dan Ball(1978),Knok (1980), Babbie (1986), Fowles (1984), Mc Taggart(1993), dan Cresswell (1994), metode-metode evaluasi program adalah sebagai berikut:
1.      Metode Historis
2.      Metode Survei
3.      Metode Pengembangan
4.      Metode Kasus
5.      Metode Korelasional
6.      Metode Kausal Komparatif
7.      Metode Eksperimen Sungguhan
8.      Metode Eksperimen Semu
9.      Metode Tindakan
10.  Metode Pencandraan Masa Depan
11.  Metode Asesmen Ketenagaan
12.  Metode Keputusan Ahli Secara Sistematis
13.  Metode Kesaksian (pengamatan)Informal

B.     Penggunaan Metode Evaluasi dalam Evaluasi Program PLS
Metode yang sering dipakai dalam evaluasi program PLS  diantaranya yaitu:
1.      Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah evaluasi secara sistematis dengan memanipulasi variable-variabel yang dieksperimen, kemuadian mengamati gejala-gejala yang timbul dalam situasi yang terkontrol. Sebagai ilustrasi, seorang evaluator bermaksud ingin mengetahui efektivitas penggunaan teknik diskusi  pada 2 kelompok belajar. Dengan ciri-ciri yang sama pada kelompok tersebut seperti jumlah,usia,jenis kelamin,tempat ruangan belajar,tutor,bahan, dll namun dengan teknik pembelajaran yang berbeda misalnya saja kelompok A menggunakan metode diskusi sedangkan kelompok B menggunakan metode pembelajaran ceramah. Maka cara mengevaluasi keefektifan metode tersebut yaitu bisa dengan memberikan pre-test dan post-test sebelum dan sesudah materi. Hasil tes akhir dikurangi hasil tes awal pada masing-masing kelompok dihitung, dan hasil perbedaan antara kelompok disebut hasil dari penggunaan teknik diskusi kelompok. Misal hasil rata-rata hasil pretest kelompok 1 adalah 6 dan post testnya 9. Sedangkan kel 2 pretest 6 dan post tes 9. Perbedaan hasil rata-rata kel.1 adalah 9-6=3 sedangkan kel.2 7-6=1. Jadi perbedaan hasil rata-rata kel.1 dan 2 adalah 3-1=2. Dengan demikian perbedaan hasil rata-rata tes pada kelompok 1 dan 2 adalah 2, hanya disebabkan karena penggunaan teknik pembelajaran yang berbeda bukan karena factor lain sebab evaluator sudah menciptakan situasi yang terkontrol . Pengkondisian yang terkontrol ini sangat penting dalam metode eksperimen sehingga evaluator mengetahui dengan tepat bahwa hasil eksperimen itu hanya disebabkan oleh variable yang dieksperimen.
Rancangan evaluasi dengan menggunakan metode ini memuat berbagai patokan sbb:
a.       Variabel bebas
b.      Variabel terikat
c.       Variabel lain dalam eksperimen
d.      Evaluator
e.       Kelompok Eksperimental
f.       Kelompok Kontrol
g.      Pre-test
h.      Post-test
i.        Populsi dan sampel

Keajegan eksperimen mencakup validitas internal dan eksternal. Validitas internal ditentukan oleh sejauhmana variable terikat benar-benar merupakan akibat dari perlakuan variable bebas, bukan karena veriabel lain yang mencampuri sedangkan validitas eksternal ditentukan oleh sejauh mana hasil yang diperoleh kelompok dalam eksperimen berlaku pula untuk kelompok-kelompok yang sama di luar eksperimen. Faktor utama yang mempengaruhi adalah ketepatan dalam memilih sampel sehingga betul-betul mewakili populasinya.

Rancangan desain eksperimen terdiri atas 8 macam yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu metode eksperimen sungguhan dan semu.
1)      Metode Eksperimen Sungguhan
Pola rancang terkontrol sepenuhnya. Rancangan ini terdiri dari 3 kategori yaitu rancangan tes awal dan tes akhir yang menggunakan kelompok control secara acak, rancangan empat kelompok dan rancangan tes akhir dengan menggunakan kelompok control acak.
2)      Metode Eksperimen Semu
Terdiri dari:
a)      Pola rancang kurang terkontrol
b)      Rancangan terkontrol sebagian
-          Rancangan tes awal dan tes akhir dalam kelompok tanpa acak
-          Rancangan penyeimbang
-          Rancangan serial
-          Rancangan serial waktu dengan kelompok kontrol

2.      Metode Korelasional
Metode korelasional digunakan dalam evaluasi program yang mengkaji hubungan antara 1 variabel dengan variable laindalam program PLS. Karakteristiknya yaitu: menghubungkan antara 2 variabel atau lebih, tingkatan atau besaran hubungan berdasarkan koefisien korelasi, memakai data kuantitatif dan tidak dilakukan perlakuan atau manipulasi sebagaimana yang dilakukan dalam metode eksperimen.
Tujuan metode ini adalah mengetahui sejauhmana variable-variabel dalam suatu factor mempunyai keterkaitan dengan variable pada satu atau lebih factor lain berdasar koefisien korelasinya. Langkah-langkah menggunakan metode evaluasi ini adalah: (1) mengidentifikasi masalah, (2)studi kepustakaan, (3)merancang kegiatan operasional evaluasi,(4)mengumpulkan data (5)mengolah (6)melaporkan hasil evaluasi. Secara umum

3.      Metode Survei
Metode survei digunakan dalam evaluasi program dengan maksud menjajagi, mengumpulkan, menggambarkan, dan menerangkan aspek-aspek yang dievaluasi. Dalam kegiatan menjajagi, mengumpulkan dan mengumpulkan dan menggambarkan data, metode ini berguna untuk mengungkap situasi atau peristiwa dari akumulasi informasi yang deskriptif. Metode ini tidak mengharuskan untuk selalu mencari atau menjelaskan hubungan-hubungan, mentes hipotesis, membuat prediksi atau mencari makna dan implikasi. Survei mungkin menjadi metode yang terbaik bagi pakar ilmu-ilmu sosial yang berminat dalam pengumpulan data secara langsung untuk menggambarkan populasi yang besar jumlahnya.
            Metode survei, dapat menjadi bagian dari metode deskriptif, dan digunakan dalam evaluasi dengan mengumpulkan data dari sampel dengan menggunakan instrumen pengumpulan data, yaitu angket dan/atau wawancara, sehingga hasil pengolahan data dapat mewakilii populasi yang relatif  besar jumlahnya. 
            Karateristik metode survei adalah. (1) data dapat dikumpulkan dari seluruh populassi atau dari sampel dalam populasi tersebut, (2) pengumpulan data terhadap fakta yang sama, (3) penggunaan data hasil survei dibatasi oleh ruang dan waktu dalam memecahkan masalah yang situasionaal, (4) data yang dikumpulkan pada umumnya kuantitatif.
            Dalam penyusunan teknik-teknik yang akan digunakan dalam survei, evaluator perlu menerapkan petunjuk teknis yang tepat untuk setiap teknik. Petunjuk teknis tersebut berkaitan dengan penyusunan bahan dan pelaksanaan kegiatan wawancara, penyusunan kuisioner, pembuatan skala, pedoman observasi, analisis isi, kajian data, penggunaan teknik interview, kuisioner, atau skala dan sebagainya. Petunjuk tentang penyusunan dan penggunaan instrumen evaluasi mencakup pula pengujian kesesuaian antara tingkatan tugas dengan tingkatan kemampuan perorangan atau kelompok sasaran yang dievaluasi. Untuk mengetahui penerimaan pesan dari pihak yang mewawancarai oleh pihak yang diwawancarai, evaluator akan lebih bijaksana apabila menggunakan pewawancara yang memiliki kesamaan latar belakang dengan pihak yang diwawancarai sperti etnis, jenis kelamin, dan budaya. Kesamaan latar belakang tersebut berguna untuk menghindari dampak dari pertanyaan yang dipandang peka oleh pihak yang diwawancarai, pertanyaan yang dianggap kurang relevan dengan tujuan survei, jawaban yang dipandang kurang lengkap, dan biaya yang berlebihan untuk pengumpulan data. Dalam kegiatan observasi, pengujian alat pengumpulan data sering digunakan untuk mengkondisikan agar observasi dapat dilakukan secara sistematis, dalam suasana yang sebenarnya sedang terjadi, dan sasaran yang diamati tidak merasa terpengaruhi olleh pengamat.
            Apabila dibandingkan dengan metode-metode lain, surveii menurut Babbie (1986), memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan survei adalah pertama, kegunaannya untuk menggambarkan karateristik populasi yang besar jumlahnya. Pemilihan sampel secara hati-hati yang kemudian diikuti dengan penggunaan angket yang terstandar akan memungkinkan para evaluator untuk memperoleh kejelasan tentang suatu populasi yang besar seperti kelompok belajar disuatu daerah kota, kabupaten, propinsi dan di tingkat nasional. Kedua,metode luwes penggunaannya. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan suatu topik, misalnya kebutuhan belajar masyarakat miskin disuatu daerah, akan memungkinkan bagi evaluator untuk menganalisis data yang luwes. Ketiga,  kuisioner yang telah dibakukan pada umumnya memiliki kekuatan penting terhadap pengukuran data atau informasi. Evaluator terikat untuk menggunakan kuesioner dalam menggali informassi dari responden, singkatnya, kekuatan metode survei mencakup keluasan informasi, fleksibilitas dalam menganalisis data, dan pembakuan kuesioner.
            Selain memiliki berbagai kekuatan, metode survei mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, syarat standardisasi instrumen sering menimbulkan kekakuan dalam penggunaan instrumen tersebut. Kedua, survei seolah-olah mensyaratkan bahwa rancangan studi  tidak harus berubah selama metode ini sedang digunakan. Evaluator seakan tidak menyadari kemungkinan adanya variabel-variabel baru yang penting dan ia tidak dapat berbuat apa-apa terhaddap variabel yang penting itu. Survei tidak dapat mengukur kegiatan sosial, ia hanya dapat menghimpun berbagai laporan pribadi tentang kegiatan masa lalu yang teringat, atau tentang kegiatan masa datang yang akan dilakukan atau kegiatan hipotesis. Ketiga, survei pada umumnya lemah pada validitas walaupun memiliki kekuatan dalam reliabilitas.
            Contoh penggunaan metode survei adalah (1) sensus kebutuhan belajar dan potensi pembelajaran di daerah pedesaan, (2) jumlah warga belajar program-program pendidikan luar sekolah di wilayah seluruh indonesia, (3) jumlah lulusan satuan pendidikan formal yang tidak mampu berwirausaha, (4) pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun pada masyarakat miskin, (5) daya serap pendidikan formal dan pendidikan nonformal terhadap penduduk usia sekolah untuk mengikuti program pembelajaran, (6) sikap dan perilaku tentang kepedulian para pengusaha terhadap pendidikan, dan sebagainya.

4.      Metode Assesmen Ketenagaan
evaluasi dengan menggunakan metode asesmen personalia (ketenagaan) sering dilakukan oleh evaluator dalam evaluasi program melalui penggunaan pola eksperimen sungguhan dan/atau eksperimen semu. Tujuan umum asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data ketenagaan yang terlibat dalam pendidikan luar sekolah dan sebagai pengaruh pendidikan luar sekolah. Secara khusus, tujuan penggunaan asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data tentang kompetensi, sikap, kondisi fisik dan psikis, dan tenaga-tenaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Dalam hal tertentu asesmen ketenagaan dapat pula digunakan untuk menghimpun data tentang peserta didik, dan tenaga-tenaga dari berbagai instansi dan lembaga yang terkait dengan program, serta lulusan program dan masyarakat yang memperoleh pengaruh dari program. Data yang dihimpun adalah yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi, dan potensi untuk perubahan dan pengembangan program.
            Sebagai misal, apabila evaluator menyelenggarakan asesmen kebutuhan yang akan digunakan sebagai masukan untuk pengambilan keputusan tentang penyusunan program perbaikan gizi keluarga, maka evaluator akan melakukan asesmen tentang sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga sasaran program mengenai keadaan gizi keluarga yang sedang terjadi di masyarakat. Andaikata evaluator menemukan data tentang pengetahuan sejumlah keluarga di massyarakat ternyata lebih baik dari yang diduga sebelumnya, maka evaluator dapat merekomendasikan supaya program perbaikan gizi tidak perlu dilakukan. Sebliknya apabila pengetahuan gizi keluarga itu betul-betul rendah dan masyarakat membutuhkan perbaikan gizi maka evaluator perlu memberikan masukan tentang perlunya peningkatan gizi keluarga. Evaluatorpun dapat menggunakan data yang dikumpulkan untuk membantu penyusunan aspek-aspek program peningkatan gizi keluarga.
            Metode asesmen ketenagaan berhubungan pula dengan keadaan dan perubahan yang terjadi pada penyelenggara, pengelola dan pelaksana program pendidikan luar sekolah.di samping itu amat penting melakukan asesmen kepada peserta didik untuk mengidentifikasi kebutuhan, perubahan perilaku dan pengaruh program terhadap kehidupan peserta didik atau lulusan.
            Sedangkan tujuan khusus asesmen ketenagaan dalam evaluasi program: (a) untuk menghimpun data tentang kompetensi calon tenaga kependidikan, (b) untuk mengidentifikasi data tentang karateristik calon peserta didik yang akan direkrut dalam suatu program pendidikan luar sekolah yang cocok dengan kebutuhan belajar dan minat mereka; (c) untuk emngidentifikassi karateristik peserta didik yang sedang mengikuti program dan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka; dan (d) untuk mencandra karateristik penyelenggara, pengelola, dan pengelola yang hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program.
            Hasil asesmen personalia sering bermanfaat pula untuk menggambarkan karateristik peserta didik yang terus mengikuti suatu program yang dievaluasi atau peserta didik yang berada dalam suatu kelompok kontrol dan karateristik peserta didik yang drop out. Hasil asesmen digunakan untuk menggambarkan karateristik pengelola dan pelaksana yang terus mengikuti program atau yang tidak berhubungan lagi dengan program dalam tenggang waktu tertentu. Pada umumnya asesmen personalia lebih mengutamakan pengaruh atau kemungkinan pengaruh suatu program terhadap mereka yang tetap mengikuti program dan yang tidak lagi mengikuti program, baik lulusan program atau mereka yang tidak menamatkan program. Di samping itu asesmen personalia dapat menggambarkan sikap pengelola dan pelaksana terhadap program yang telah berakhir atau yang sedang berjalan.
            Sebagaimana halnya penggunaan metode survei, penggunaan asesmen ketenagaan lebih mudah dikemukakan dalam teori dibandingkan dengan penjabarannya dilapangan. Salah satu sebabnya ialah kurangnya kepustakaan yang berkenaan dengan penyusunan, pemilihan, pengadminstrasian, penafsiran data, pengelola dan pelaksana maupun peserta didik atau lulusan. Selain itu setiap disiplin ilmu seperti pendidikan, psikologi, dan kedokteran memiliki teknik-teknik pengukuran masing-massing dalam asesmen personalia. Dapat ditandaskan di sini bahwa kejujuran, reliabilitas, dan validitas harus menjadi prinsip utama dalam asesmen personalia
            Teknik pengambilan sampel dalam aesmen personalia serupa dengan sampling dalam metode survei. Pernyataan-pernyataan khusus dan teknik sampling dengan matrik dapat digunakan dengan maksud untuk menjaga agar setiap orang atau setiap kelompok tidak usah dikenai asesmen dalam semua segi. Sampling dengan matrik masih memungkinkan untuk penarikan angka rata-rata (means) dari semua variabel yang diukur. Di pihak lain, sebagaimana halnya dalam pengambilan sampel untuk menentukan responden yang akan dikenai kuisioner dan wawancara, karena pertimbangan praktis dan hubungan kemanusiaan, sampling dengan matrik seperti dikemukakan diatas mungkin kurang efisien. Sebagai misal, sebagian besar evaluasi program pendidikan luar sekolah berkaitan dengan perilaku pendidik dan peserta didik yang kurang kepeduliannya untuk membantu evaluator yang melakukan penilaian program. Mereka memandang bahwa keterlibatan dalam evaluasi program hanya membuang-buang waktu untukmaksud yang tidak jelas nilai gunanya bagi mereka. Lembaga pendidikan sering meminta umpan balik kepada para evaluator dalam bentuk skor perorangan yang dapat dipercaya. Sebaliknya, walaupun para evaluator mungkin memperoleh data kelompok yang dianggap baik yang ditarik dari pernyataan dan sampling matrik. Namun apabila tanpa asesmen personalia terhadap penyelenggara, pengelola dan pelaksana program mungkin evaluator tidak mendapatkan data yang cocok dengan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang program tersebut.

5.      Metode Keputusan Para Ahli
peranan evaluator bukan semata-mata pada kegiatan pengumpulan data melainkan pula dalam menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan. Dalam keputusan ahli secara sistematik (Systematic Expert Judgement) maka pemahaman evaluator tentang metode riset ilmu-ilmu sosial dan pengukurannya sangat diperlukan. Evaluator harus memutuskan pilihannya mengenai metode-metode evaluasi dan pengukuran yang akan digunakan, memperhatikan tujuan-tujuan evaluasi program, dan memantau situasi lingkungan dalam dan lingkungan luar suatu program yang akan atau sedang dievaluasi.
            Keputusan ahli secara sistematik yang dicantumkan pada tabel 1, 2, 3 tidak berarti bahwa keputusan itu hanya dapat dilakukan oleh tim atau kelompok evaluator yang terdiri atas para pakar yang melakukan evaluassi program. Namun keputusan itu dapat dilakukan pula oleh ahli-ahli di bidang disiplin ilmu lainnya setelah diminta pendapatnya tentang informasi yang menjadi fokus perhatian dalam evaluasi program, seperti tentang kebutuhnan untuk memulai atau melanjutkan suatu program pendidikan luar sekolah yang dievaluasi oleh pakar perencanaan pendidikan, kecocokan konsep-konsep program dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, perkiraan biaya dan efektivitas penggunaan dana oleh ekonom dan akuntan yang dinilai oleh evaluator sosial, serta dukungan terhadap program terutama dukungan dari politisi, ahli-ahli keuangan, dan tenaga pendidikan yang profesional.
            Diskusi panel antara pakar dapat memainkan peranan untuk menjelaskan jawaban terhadap berbagai pertanyaan penting yang berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program. Dalam penggunaan metode ini, evaluasi program dilakukan oleh suatu tim ahli yang dipilih dari berbagai pakar ilmu dan para evaluator. Keputusan tim ahli merupakan informasi penting untuk masukan bagi pengambilan keputusan tentang upaya menghentikan, melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program. Para ahli dari berbagai bidang terkait dapat membantu dalam menilai kebijakan tentang hubungan antara masyarakat dan lembaga yang melaksanakan program. Keputusan tim ahli penting dipertimbangkan oleh lembaga penyelenggara, pengelola dan pelaksana program serta oleh evaluator program pendidikan.
            Tabel 1, 2, 3 tidak menyinggung secara khusus tentang penggunaan tim ahli dalam mengevaluasi proses kegiatan dan hasil evaluasi. Penggunaan tim evaluasi dianggap penting terutama apabila kegiatan evaluasi mencakup berbagai program yang kondisinya bervariasi. Sebagai misal, lembaga perwakilan rakyat yang terjun ke daerah untuk mengetahui dampak keseluruhan program yang dibiayai pemerintah seperti pelayanan pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan wajib belajar di masyarakat pedesaan, penyelenggaraan pusat-pusat pembelajaran bagi anak-anak, pemuda, dan orang tua. Demikian pula tim ahli diperlukan untuk mengevaluasi proses dan hasil program latihan kerja bagi para pencari kerja. Pos pelayanan terpadu, pendidikan anak putus sekolah, pelayanan pendidikan bagi orang-orang lanjut usia, penanggulangan korban narkoba, pendidikan mata pencaharian, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya. Program-program tersebut sering muncul dengan nama yang hampir bersamaan, didukung oleh lembaga-lembaga yang hampir sama, dan menggunakan arahan atau pedoman pelaksanaan yang sama, namun sering pengelolaan program-program tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang telah ditetapkan.
            Penerapan keputusan ahli secara sistematis dalam evaluasi rangkaian program yang kompleks oleh Brofen brenner (1975) diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umum  yaitu “Apakah intervensi awal terhadap suatu program akan efektif?” Ia menemukan evaluasi proyek yang memenuhi kriteria untuk diangkat dalam analisis gabungan yaitu: data untuk tidak lanjut secara sistematis yang sekurang-kurangnya tersedia setelah dua tahun intervensi itu dilakukan. Berbagai data yang mirip atau sama ditemukan dan dapat digunakan untuk kelompok kontrol dalam aspek-aspek karateristik personalia, dan data bahan perbandingan antara satu proyek dengan proyek lainnya. Generalisasi yang ditarik dari hasil analisis dibatasi pada situassi dan kondisi tertentu di lapangan.

6.      Metode Studi Kasus
stusdi kasus dapat diartikan sebagai kajian analisis dan deskriptif secara mendalam dan rinci tentang suatu program yang diselenggarakan oleh perorangan, organisasi, lembaga, atau masyarakat dalam konteks lingkungan tertentu ( Anderson, 1975 : 46 ). Evaluasi program yang menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk mengkaji secara intensif latar belakang keadaan saat ini dan interaksi situasi lingkungan unit social tertentu yang meliputi kasus tertentu seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas dalam masyarakat. Kajian ini berkaitan dengan segala hal yang bermakna dalam perkembangan kasus dengan maksud untuk memahami siklus atau bagian siklus kehidupan kasus tertentu. Dalam evaluasi program yang menggunakan metode studi kasus akan dilakukan penggalian data secara intensif dan menganalisisnya secara cermat tentang interaksi antar factor dalam program. Studi kasus sangat berguna untuk mengembangkan hipotesis yang dapat mengarahkan pada evaluasi program dalam skala lebih lebih besar dan untuk menghimpun saran – saran mengenai berbagai variable dan alat pengukuran yang akan digunakan dalam evaluasi program yang berskala besar.
Karakteristi studi kasus adalah :
1.      Mendiskripsikan subjek penelitian ( individu, kelompok, lembaga, komunikasi ) dalam keseluruhan fenomena perilakunya.
2.      Mencermati kasus secara mendalam dengan menekankan  pendekatan longitudinal selama kurun waktu tertentu.
3.      Berkaitan dengan upaya pemecahan masalah.
4.      Disbanding dengan metode survey yang mengkaji sebagian variable dari unit sampel dan kondisi yang lebih luas.
Contoh penerapannya antara lain adalah : kajian terhadap keberhasilan keluarga tertentu dalam pendidikan anak atau kemajuan ekonomi keluarga pergerakan wajib belajar Sembilan tahun melalui program kelompok belajar paket A dan B diPKBM tertentu.
Studi kasus ini pun berguna untuk memberikan informasi yang sangat berfaidah bagi perencanaan evaluasi program yang lebih luas, mengenai temuan lapangan mberikan penjelasan seperti contoh atau ilustrasi mengenai temuan lapangan yang digeneralisasikan secara statistic, dan kegiatan tindak lanjut hasil evaluasi program. Dengan demikian studi kasus tentang suatu unit atau komponen program yang dianggap paling efektif  dalam mencapai suatu tujuan dapat menunjukkan ciri – ciri unit atau komponen tersebut dan dapat pula mengidentifikasi teknik – teknik kegiatan yang mempengaruhi pencapaian tujuan program. Namun studi kasus memiliki kelemahan antara lain karena fokusnya terbatas pada subyek atau unit social tertentu maka tingkat keterwakilannya terbatas, tidak mungkin dapat menarik generalisasi untuk populasi luas. Kelemahan lainnya adalah bahwa studi kasus cenderung dipengaruhi hal – hal subjektif yaitu antara lain kasus yang dipilih atas dasar kemenarikannya, dianggap cocok dengan konsep yang telah di rancang evaluator, serta interpretasi subjektif dari evaluator sendiri.
Studi kasus mungkin menjadi metode evaluasi program paling penting dalam situasi tertentu, terutama tatkala fenomena yang akan dievaluasi itu bersifat kusus tetapi mempunyai kaitan dengan fenomena global. Tahap pokok evaluasi program dengan menggunakan studi kasus adalah merumuskan tujuan – tujuan evaluasi yang ingin dicapai, menyusun rancangan, pendekatan, instrument, dan langkah – langkah untuk mencapai tujuan – tujuan evaluasi, mengumpulkan, mengelolah dan menyajikan data serta melakukan pelaporan studi kasus.

7.      Metode Kesaksian (Pengamatan) Informal
Evaluasi program dengan menggunakan kesaksian  (  pengamatan ) informalhingga saat ini sering digunakan. Beberapa banyak buku sumber yang ditelusuri dalam evaluasi program pada dasarnya diangkat dari hasil pengamatan informal atau kesaksian ( testimony ). Kesaksian adalah induk dari berbagai perencanaan dan evaluasi program, seperti program vaksinasi, program kesehatan masyarakat, dan gerakan pembangunan masyarakat. Kesaksian kadang – kadang didahului oleh pengamatan informal.

8.      Metode Kaji Tindak
evaluasi program pendidikan luar sekolah dapat menggunakan metode kaji tindak tau disebut pula metode tindakan kaji tindak, menurut Stephen Kemmis dan McTaggart ( 1980 ) yang di kutip D. Hopkins ( 1993 ), adalah “ a form of selfreflection inquiry undertaker by participants in social ( including educational ) situation in order to improve the rationality and justice of ( a ) their own social or educational practices, ( b ) their understanding of these practices, and ( c ) the situations in which practices are carried out.
Beberapa pakar evaluasi mengartikan kaji tindak dengan batasan yang berbeda – beda tetapi mempunyai kaitan antara satu dengan yang lainnya. Cohen dan mantion ( 1980 ) menyatakan bahwa kaji tindak adalah evaluasi tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan yang cermat terhadap pengaruh tersebut. Sedangkan Elliot ( 1991 ) memberi batasan bahwa kaji tindak adalah kajian tentang situasi social dengan maksud untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada didalamnya, seluruh prosesnya, yang meliputi telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan dampak serta menjalin hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri ( self evaluation ) dan perkembangan professional. Karakteristik kaji tindak menurut D. Sudjana ( 2002 ) adalah :
a.    Kajian dilakukan oleh para pelaku dari dalam suatu kegiatan, misalnya kegiatan pembelajaran yang mengaitkan antara kurikulum ( tujuan pembelajaran, bahan belajar, metode – teknik dan media pembelajaran dan lat evaluasi hasil belajar ) dengan peserta didik,peserta didik dan lingkungan alam, social budaya, dan kelembagaan.
b.   Berorientasi pada masalah situasional. Masalah ini di telaah dan di diagnosis dalamkonteks tertentu.
c.    Kolaboratif yang dilakukan oleh evaluator bekerja sama dengan pihak – pihak lain, yaitu dengan tenaga – tenaga dari instansi dan lembaga terkait, tokoh masyarakat, pendidik dan sebagainya.
d.   Partisipatif, evaluator sebagai pelaku kaji tindak melibatkan subjek yang dievaluasi seperti peserta didik atau masyarakat setempat dalam proses identifikasi  masalah, kebutuhan dan potensi – potensi, serta kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.
e.    Berdaur ( cyclical ) dalam arti bahwa kaji tindak dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan hasil self group evaluation terhadap perencanaan, proses pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan atau perlakuan.
f.    Kegiatan kaji tindak mencakup rencana ( plan ), tindakan ( action ), pengamatan ( observation ), dan refleksi ( reflection ).
Kegunaan kaji tindak secara umum adalah untukmenghasilkan inovasi yang diharapakan dapat memiliki keuntungan relative ( relative advantages ), kecocokan dengan kebutuhan dan budaya setempat ( compatibility ), keragamn ( complexicity ), dapat di coba ( trialibility ), dan dapat diobservasi ( observability ). Secara khusus kaji tindak dapat ( a) meberdayakan diri setiap orang yang terlibat dalam kegiatan sehingga kepercayaan terhadap dirinya meningkat untuk mengambil prakarsa professional dalam melakukan perbaikan, perluasan, peningkatan, atau pembaharuan program, ( b ) dapat terjadi saling membelajarkan antar peserta dalam kaji tindak dengan cara mengalami ( mutually experiental learning ), ( c ) lembaga penyelenggara kaji tindak dapat menjembatani antara situasi kegiatan dalam kaji tindak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat, dan ( d ) masyarakat sendiri dapat menerima pengaruh, langsug tau tidak langsung, dari kegiatan kaji tindak untuk memecahkan masalah yang dihadapai masyarakat.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·         Metode – metode yang paling sering digunakan dalamevaluasi program adalah metode eksperimen sungguhan, metode metode eksperimen semu, metode korelasional, metode survey, metode asesmen ketenagaan ( personalia ), metode keputusan ahli, metode kesaksian informal, metode studi kasus, metode kaji tindak.
·         Metode eksperimen digunakan dalam mengevaluasi program pendidikan luar sekolah dalam situasi yang terkontrol sepenuhnya. Metode eksperimen semu digunakan dalam situasiyang tidak terkontrol atau terkontrol sebagaian.
·         Metode korelasional digunakan dalam evaluasi program dalam mengungkap hubungan satu atau lebih variable pada unsur program – program tersebut.
·         Metode survey dilakukan untuk mengungkap dan mendeskripsikan rincian unsure – unsure program yang meliputi komponen, proses,dan tujuan program serta hubungannya dengan lembaga – lembaga terkait dan masyarakat.
·         Metode asesmen ketenagaan digunakan untuk mengevaluasi kuantitas dan kualitas personal yang terlibat dalam program pendidikan luar sekolah, mencakup tenaga penyelenggara, pengelola, pelaksana dan sasaran atau peserta didikyang dilayani program.
·         Metode keputusan ahli digunakan oleh satu atu lebih tim kepakaran yang bertugas mengevaluasi program pendidikan luar sekolah secara antardisipin, antar sector, antar lembaga.
·         Metode kesaksian informal menggunakan akumulasi pengalaman dalam menyelenggarakan dan mengamati program pendidikan luar sekolah.
·         Metode studi kasus digunakan untuk mengevaluasi kondisi dan perkembangan suatu program pendidikan luar sekolah serta hubungannya dengan lingkungan, yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, lembaga ataukomunitas, dan dampak program bagi individu,kelompok, lembaga, dan atau komunitas tertentu.
·         Metode kaji tindak digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan luar sekolah, yang meliputi proses perencanaan, pelaksana dan evaluasi yang dilakukan secara kolaboratif, partisipatif, dan evaluasi diri terhadap masalah situasional dalam program, kelompok, lembaga, atau masyarakat.


DAFTAR RUJUKAN
Sudjana,Djudju.2008.Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah.Bandung. Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar