BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Evaluasi Program
Beragam pengertian tentang evaluasi program
diberikan sesuai dengan latar belakang pakar dan sasaran yang dinilai. Oleh
karena itu perlu dikemukakan beberapa pendapat pakar sebagai berikut. Paulson,
dalam Grotelueschen (1976:17) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses
pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan
ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan
yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini, maka evaluasi program adalah kegiatan
pengujian terhadap sesuatu fakta atau kenyataan sebagai bahan untuk pengambilan
keputusan.
Pakar lain, Alkin (1981:11) bahwa evaluasi program
merupakan proses yang berkaitan dengan penyiapan berbagai wilayah keputusan
melalui pemilihan informasi yang tepat, pengumpulan dan analisis data, serta
pelaporan yang berguna bagi para pengambil keputusan dalam menentukan berbagai
alternatif pilihan untuk menetapkan keputusan. Sejalan dengan pendapat di atas,
Mugiadi (1980) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan
informasi mengenai sesuatu program, kegiatan, proyek. Informasi tersebut
berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program,
menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau
menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi
yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan
sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan.
Syamsu Mappa (1984) mendefiniskan bahwa evaluasi
program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
menetapkan keberhasilan dan kegagalan suatu program pendidikan. Sedangkan Stake
(1975) menggambarkan bahwa evaluasi program adalah kegiatan untuk merespon
suatu program yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Stake mengemukakan
bahwa evaluasi program pendidikan berorientasi langsung pada kegiatan dalam
pelaksanaan program dan evaluasi dilakukan untuk merespon pihak-pihak yang
membutuhkan informasi mengenai program tersebut. Berdasarkan beberapa
pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan, evaluasi program adalah
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan
data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Data adalah fakta,
keterangan, atau informasi yang dapat ditarik generalisasi.
B. Model-model Evaluasi
Terdapat
bermacam-macam pendekatan (approach) dalam evaluasi program, sebagian telah
digunakan secara luas dan sebagian lagi digunakan di kalangan terbatas. Fraser
(1982) menunjukkan 23 pendekatan khusus dalam bidang evaluasi kurikulum. Guba
dan Lincoln (1981) menyatakan lebih dari 40 pendekatan telah dibahas secara
memadai dalam literatur evalusi program-program pendekatan dan pengembangan
masyarakat sejak tahun 1967. Masing-masing pendekatan mempunyai pengertian
evaluasi sesuai dengan orientasi yang telah dirumuskan oleh pakar-pakar dan
pendukung-pendukungnya.
Untuk memahami pengertian
evaluasi dan baiknya pendekatan-pendekatan evaluasi diklasifikasikan sesuai
dengan orientasi yang terdapat di dalamnya. Istilah orientasi mengacu pada
konsep umum evaluasi dan atas dasar konsep-konsep ini dikembangkan
bermacam-macam prosedur evaluasi. Pendekatan-pendekatan evaluasi dapat
diklasifikasikan menjadi delapan orientasi, yaitu goal-attainment, goal-free,
decision facilitation, nation-ideology, art cretician, illumination, adversary
dan participatory (Kadir, 1986).
1. ORIENTASI
KRITIK SASTRA
Orientasi kritik sastra mengkonsepkan evaluasi sebagai suatu
proses untuk meningkatkan kesadaran tentang bentuk-bentuk simbolik yang secara
langsung mencerminkan suatu gagasan, citra (image) atau perasaan, sehingga
seorang fasilitator atau warga belajar dapat bertingkah laku lebih intelegen di
dalam kontek di mana ia berada.
Orientasi ini berdasarkan suatu asumsi bahwa pakar-pakar tertentu di dalam
suatu bidang mampu melaksanakan evaluasi dan analisis mendalam yang tidak dapat
dilaksanakan dengan menggunakan cara-cara yang terdapat pada orientasi lainnya.
(Madaus, dkk, 1983). Elliot W. Eisner diakui sebagai tokoh utama dalam
orientasi kritik sastra.
Eisner (1976, 1983) mengembangkan model evaluasi setelah mengkaji keadaan
evaluasi pendidikan yang ada pada saat itu. Dia (1976) menyimpulkan bahwa
model-model evaluasi mempunyai konsekuensi atau pengaruh yang sangat kuat
terhadap karakter pembelajaran, isi kurikulum dan jenis tujuan yang ingin
dicapai oleh sekolah. Lebih jauh lagi, prosedur evaluasi pada dasarnya
berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan pengetahuan alam dari segi
epistemologinya, berdasarkan teknologi dari segi aplikasinya, dan mempunyai
konsekuensi yang sering kali terbatas dan tidak cocok dengan jenis-jenis tujuan
yang dapat dicapai dengan menggunakan orientasi kritik sastra. Orientasi ini
mempunyai tiga aspek utama, yaitu (1) aspek diskriptif, (2) aspek
interpretatif, dan (3) aspek evaluatif.
Tujuan evaluasi adalah untuk menyajikan informasi yang mendalam dan hidup
tentang unsur-unsur program pendidikan, yang tidak dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode-metode saintifik, untuk penyempurnaan program (Eisner,
1983). Orientasi ini menggunakan metode berdasarkan ‘subjectivist epistemology’
(House, 1983), yaitu metode kritik sastra (penggunaan secara sistematis
sensitivitas persepsi, pengalaman masa silam dan wawasan yang telah
disempurnakan). Karena itu evaluator harus seseorang yang telah dilatih dalam
mengetrapkan kritik sastra untuk bidang evaluasi pendidikan. Dalam kerangka
subjectivist epistemology, puncak kriteria benar dan baik adalah perasaan dan
pemahaman (apprehension) individu-individu itu sendiri. Pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman dan partisipasi secara profesional, dan validitasnya
relatif, tergantung pada individu dan konteknya.
Kelebihan dari orientasi ini antara lain adalah bahwa proses evaluasi
dapat menolong evaluator untuk memahami seluruh nuansa yang terjadi pada objek
yang di studi. Para evaluator kemudian dapat menyajikan informasi yang
memungkinkan audience dapat melakukan analisis yang lebih cerah dan mendalam
yang tidak mungkin dilaksanakan dengan cara lain, (Madaus dkk, 1983).
Sebaliknya, kelemahannya adalah (1) hasil evaluasi barangkali tidak berguna
untuk penyempurnaan program, dan (2) laporan barangkali terlalu rinci untuk
aspek-aspek tertentu yang tidak diperlukan oleh audience. Lebih jauh lagi,
kekurangan validitas external adalah kelemahan utama dari metode ini, dan
hasil-hasil evaluasi tidak dapat digeneralisasi.
2. ORIENTASI ILLUMINASI
2. ORIENTASI ILLUMINASI
Orientasi illuminasi memandang evaluasi sebagai suatu proses yang
memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan pada waktu studi masih berlangsung.
Orientasi ini memperhatikan informasi-informasi penting yang bersifat subjektif
dan impressi, efek-efek yang tidak lazim dan gangguan lokal, dan mengakui
kebutuhan-kebutuhan informasi dari audience yang berbeda-beda, (Fraser, 1982).
Malcolm Parlett dan David Hamilton adalah tokoh utama orientasi ini. Parlett
dan Hamilton (1979) telah mengembangkan orientasi illuminasi berdasarkan dua
pertimbangan penting. Pertama, suatu sistem pembelajaran, setelah diadopsi
menjadi sistem yang hidup dan akhirnya tidak cocok lagi dengan diskripsi
katalog mereka. Kedua, program pengajaran dan pengembangan tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan belajar. Struktur dan orang-orang yang berada di
dalam lingkungan belajar pada akhirnya menjadi bagian dari sistem pembelajaran.
Orientasi illuminasi menggunakan metode berdasarkan subjectivist
epistemologydan berfokus pada pengkajian innovasi sebagai bagian integral dari lingkungan belajar
(Parlett dan Hamilton, 1979) dengan maksud untuk menolong orang-orang yang
berpartisipasi atau yang kena dampak program dapat memahami program mereka.
Komponen utama dalam melaksanakan evaluasi adalah : (1) observasi terhadap
ajang pendidikan; (2) seleksi tema melalui ‘focusing’ yang dilaksanakan secara
progresif dan penyelidikan yang intensif; dan (3) analisis dan penjelasan
tentang fakta. Seorang evaluator profesional diperlukan untuk melaksanakan
evaluasi.
Kelebihan orientasi ini adalah sangat berguna dalam menolong orang-orang
yang berpartisipasi didalamnya atau yang kena dampak program untuk memahami
seluruh innovasi yang sedang berlangsung. Kelemahannya, kurang mendapatkan
informasi yang terinci dan mengabaikan evaluasi terhadap keberhasilan program.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar